Rabu, 19 Juni 2013

Surat An-Nas

سورة الناس
بسم الله الرحمن الرحيم
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)

Surat An-Nas
Surat ke- 114
Madaniyyah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
Katakanlah,” Aku berlindung kepada Tuhannya manusia (1) Raja manusia (2) Sembahan manusia (3) dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi (4) yang membisikan (kejahatan) ke dalam dada manusia (5) dari (golongan) jin dan manusia (6)

           
Tafsir Mufradat

            Secara bahasa, kata الْوَسْوَاسِ (al-waswas) bermakna setan yang membisikan, kata ini merupakan pecahan dari kalimat الوسوسة (al-waswasah) yang berarti ucapan yang tersembunyi atau diam-diam.[1]Al-Maraghi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-waswas adalah (sesuatu) yang membisikan kepada jiwa dengan ucapan jelek.[2]Adapun Wahbah Zuhaili, di dalam tafsirnya beliau menjelaskan, yang dimaksud dengan kata al-waswas yaitu lintasan-lintasan hati yang jelek lagi buruk yang dibisikan kepada jiwa-jiwa.[3]
            Sedangkan kata الْخَنَّاسِ secara makna leksikal berarti “setan”. Senada dengan hal ini, ar-Raghib al-Ashfahani mengatakan, al-khannas ialah setan yang digenggam (baca: dibelenggu) apabila Allah Ta’ala disebut.[4] Kata al-khannas juga bermakna kembali tertutup, tersembunyi, dan terakhir.[5] Wahbah Zuhaili menjelaskan lebih lanjut,”al-khannas ialah lamban dari berdzikir kepada Allah.”
Relevansi interpretasi dari kedua kata ini yaitu  الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (al-waswasi al-khannas) adalah bisikan dari setan (bangsa) jin dan manusia yang tersembunyi dan tertutup, karena setan itu akan menutup dan melambankan hati setiap kali akan mengingat Allah.[6]
Tafsir wal Bayan

            Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat 1-3 menunjukan tiga sifat Rabb Azza wa Jalla yang meliputi sifat Rububiyyah, Mulkiyyah, dan Ilahiyyah. Maka oleh karena itu, Allah swt memerintahkan terhadap orang yang meminta perlindungan (al-Musta’idz) untuk berlindung dengan ketiga sifat ini, dengan demikian setan pun akan dapat ditaklukan. Karena sejatinya, tidak ada seorangpun dari anak keturunan Adam kecuali mereka memiliki kawan (Baca: setan) yang selalu menghiasi hati mereka untuk melakukan perbuatan keji dan kerusakan.[7]Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا قَدْ وُكِل بِهِ قَرِينَةٌ". قَالُوا: وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ، فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ"
“ Tidak ada seorang pun diantara kalian kecuali sungguh telah diwakili (ditemani) oleh seorang kawan     .” mereka (para sahabat) bertanya,” Apakah engkau juga wahai Rasulullah?,” Beliau  menjawab,” Ya, akan tetapi Allah telah menolongku, maka dia pun masuk Islam, lalu tidak menyuruhku kecuali kepada kebaikan.”[8]Al-Qadli berkomentar,” ketahuilah, bahwa para ulama sepakat terhadap kema’suman (keterjagaan) Nabi saw dari setan, baik dalam jasadnya, pikirannya, dan ucapannya.[9]
Allah swt mendahulukan sifat Rububiyyah, karena sifat ini merupakan nikmat-Nya yang pertamakali diberikan kepada hamba-Nya, setelah itu Dia swt memuji diri-Nya dengan sifat Mulkiyyah, karena seorang hamba akan mengetahui kekuasaan-Nya setelah dia berakal dan berfikir, kemudian barulah disebut sifat Ilahiyyah, karena seseorang setelah mengetahui dan menggunakan akalnya, maka dia akan tahu bahwa Allah swt lah yang wajib untuk ditaati, dimuliakan, dan diibadahi.[10]Sedangkan Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa didahulukannya sifat Rububiyyah karena untuk merelevankan dengan isti’adzah. Maka sifat Rabubiyyah itu mencakup pada nikmat perlindungan, penjagaan, dan pemeliharaan, setelah itu disebutkan sifat Mulkiyyah, karena seorang musta’idz tidak akan mendapatkan pertolongan dan bantuan kecuali kepada Rajanya, yang terakhir baru disebutkan sifat Ilahiyyah, untuk menjelaskan bahwa Dialah yang berhak diibadahi, bukan kepada yang lainnya.
Lebih lanjut lagi Wahbah Zuhaili menjelaskan, alasan pengulangan lafadz “An-Nas” adalah penambahan untuk menjelaskan, menginformasikan, dan mengagungkan, dikarenakan kemuliaan manusia dibandingkan dengan makhluk Allah yang lainnya”. Sedangkan firman-Nya «ربّ الناس» yaitu disamping Allah sebagai Rabbnya manusia, juga sebagai Rabb seluruh makhluk-Nya. Lalu kenapa lafadz an-nas dikhususkan dalam ayat ini dalam penyebutannya? Alasannya, pertama untuk memuliakan manusia dan yang kedua, karena isti’adzah ditujukan untuk manusia.
            Kemudian yang dimaksud dengan min syarril waswasi al-khannas, adakalanya bisikan itu datangnya dari bangsa jin dan adakalanya pula dari bangsa manusia, sebagaimana firman Allah swt:
وَكَذلِكَ جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ، يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً [الأنعام 6/ 112]
“ Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagaimana mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan.” (Q.S. Al-An’am[6]: 112).
           

Selasa, 15 November 2011

PENGARUH BAHASA ARAB DALAM PERADABAN MANUSIA


            Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan setiap manusia untuk menyampaikan suatu maksud tertentu. Setiap kelompok manusia memiliki bahasa yang berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan bahasa bisa terjadi dalam intonasi, lafadz, dan penulisan. Oleh sebab itu, bahasa sangat penting sekali dalam kehidupan manusia, bahkan sangat berpengaruh dalam peradaban manusia. Syeikh Mushthafa Ghayalani memberikan ta’rif mengenai bahasa, yaitu,” اللغة ألفاظ يعبر بها كل قوم عن مقاصدهم.” Bahasa adalah suatu lafadz yang diungkapkan oleh setiap kaum untuk menyampaikan maksud mereka (kepada yang lainnya). [jami’u ad-Durus al-A’rabiyyah. Hal. 7]. Oleh sebab itu, seseorang hanya bisa memahami satu bahasa yang dipakai oleh komunitasnya sendiri dan tidak akan bisa memahami bahasa yang lainnya jika ia tidak mempelajarinya terlebih dahulu.

Jumat, 11 November 2011

Mengapa Harus Mengkafirkan ?




            Ironis sekali jika kita melihat agama islam dewasa ini, mulai dari pandangan yang negatif, radikalisme, serta terorisme ditujukan semuanya kepada agama Islam. Padahal islam sendiri tidak seperti itu, islam adalah agama rahmatan lil a'lamin, artinya islam adalah agama yang akan membawa perdamaian, kesejahteraan, dan ketenteraman. Kemudian pertanyaan timbul dari hati kita, apakah islam seperti ini? Dan siapakah yang salah, apakah agama islam ataukah kita yang mengaku islam tapi tidak mau mempalajari islam yang sebenarnya?
            Bermunculannya paham-paham sesat di Indonesia, merupakan problematika yang masih belum terselesaikan, dimulai dari orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi (baca: Nabi palsu) sampai datang aliran yang mengkafirkan para sahabat serta mengagungkan Ali r.a sebagai orang yang dianggap ma'sum, bahkan yang lebih parah lagi adalah orang yang mengkafirkan setiap orang yang tidak masuk kepada golongannya/ kelompoknya serta menghalalkan darah dan hartanya, lebih ekstrim lagi adalah boleh membunuh kedua orang tuanya disebabkan konsekuensi dari ketidak ikut sertaan kepada golongan/ kelompoknya.
            Berangkat dari kejadian di atas, aliran-aliran yang menyimpang dari Quran dan Sunnah ini sudah ada semenjak masa Khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa kepemimpinan khalifah Ali r.a, salah satunya adalah Khowarij. Sebagaimana dijelaskan dalam Majalah Risalah, Kejadian ini bermula ketika peristiwa tahkim pasca peristiwa Shiffin, dimana kelompok 'Ali  merupakan khalifah yang sudah dibai'at oleh kaum muslimin, tidak berhasil menemukan kesepakatan dengan kelompok Mu'awiyah yang juga ingin maju sebagai khalifah, sehingga pecahlah perang di antara kedua kelompok. Ketika kelompok Mu'awiyah terdesak, mereka mengacungkan al-Quran sebagai isyarat untuk berdamai sesuai dengan al-Quran, maka kelompok 'Ali pun menyetujuinya. Dalam proses selanjutnya, disepakati oleh kedua kelompok untuk memproses kesepakatan damai tersebut lewat utusan masing-masing kelompok di Daumatul-Jandal; kelompok Mu'awiyah diwakili sahabat 'Amr bin 'Ash, sementara kelompok 'Ali diwakili sahabat Abu Musa al-Asy'ari. Baik kelompok 'Ali ataupun Mu'awiyah, keduanya disepakati harus kembali pulang ke tempatnya masing-masing, dan menyerahkan persoalan tahkim ini kepada dua orang utusan yang sudah ditentukan.
            Reaksi Khawarij terlihat sangat jelas dalam peristiwa Shiffin ini. Pertama, mereka tiba-tiba mundur begitu saja di saat berkecamuk, ketika al-Quran diacungkan oleh kelompok Mu'awiyah, dan mendesak 'Ali untuk berdamai dengan kelompok Mu'awiyah. Mereka berdalil dengan QS. Ali 'Imran [3]: 23: " Tidaklah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran)."  Kedua, ketika proses tahkim selanjutnya ditempuh lewat utusan dari masing-masing kelompok, mereka pun ternyata malah spontan berbalik menolaknya, juga dengan dalil Al-Qur'an: " Menetapkan hukum hanyalah hak Allah."  Kemudian 'Ali menguts ibnu 'Abbas untuk berdialog dengan Khawarij ini dan menjelaskan kebenaran kepada mereka. Saat itu Ibnu 'Abbas menjelaskan bahwa pengambilan keputusan dengan diwakilkan kepada manusia jelas dibenarkan islam, dan tidak bisa dipandang kafir, tentunya sepanjang berdasarkan pada hukum Allah. Dalilnya menurut Ibn 'Abbas, firman Allah Swt dalam QS. An-Nisa [4]: 35: " Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud untuk mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (lihat: Majalah Risalah tarbitan 2011 bulan Mei. Hal: 16-17)
            Sikap khawarij yang terlalu eksrtim dalam menetapkan status "kafir" kapada 'Ali dan para sahabat, dikarenakan mereka tidak menetapkan dengan hukum Allah, bukan hanya itu saja bahkan mereka menganggap kafir juga kepada orang yang berbuat dosa besar, serta dihalalkan darah dan hartanya.
Bagaimana sikap kita?
            Sikap kita jelas tidak boleh mengkafirkan selama status mereka adalah islam, meskipun keislaman mereka hanya dikatakan islam KTP, dan selama mereka melaksanakan shalat, zakat, haji ke baitullah, ataupun ibadah-ibadah lainnya yang sesuai dengan syari'at islam maka tidak boleh kita merusak kehormatannya.
Sikap ini sama seperti sikap Rasulullah Saw terhadap kaum Munafik yang mereka melafalkan keislamannya dihadapan orang-orang yang beriman, tetapi dibelakang itu mereka justru tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tapi, Rasulullah Saw tidak membunuh mereka, meskipun ada salah sahabat yang berkomentar, mamun demi menjaga nama baik islam dan tidak menimbulkan fitnah kepada umat islam, Rasulullah memperlakukan mereka sama dengan para sahabatnya.
            Ironis sekali, jika kita selaku umat islam saling mengkafirkan, bukan saling menasihati dalam kebenaran dengan kembali kepada Qur'an Sunnah. Bukankah kita ingin Negara kita menjadi Negara yang berlandaskan syari'at islam, yaitu Negara yang diimpi-impikan oleh umat islam. Justru dengan sikap kita yang ekstrim dan radikal, akan menyebabkan ketakutan bagi umat islam sendiri maupun umat yang diluar islam. Padahal kalaulah kita melaksanakan serta menerapkan islam sesuai dengan Qur'an dan Sunnah, tentu akan menjadi baik bagi kita sendiri maupun kepada non muslim,. Rasulullah Saw saja memperlakukan pamannya dengan baik meskipun statusnya kafir, apalagi kita yang jelas-jelas dilahirkan dari keturunan islam, menyembah Allah, serta ta'at kepada Allah. Apakah pantas kita mengkafirkan saudara kita sendiri???
            Sejarah membuktikan bahwa islam adalah rahmatan lil a'lamin, ini terbukti dari ucapan Thomas v Arnold, ketika menerangkan falsafah kemajuan islam yaitu sebagai berikut:
" Ketika tentara islam tiba di Jordan, orang-orang Kristen Jordan menulis surat yang isinya sebagai berikut:
" Wahai umat islam, kalian lebih kami sayangi daripada orang-orang Romawi, meskipun mereka seagama dengan kami, tetapi kalian berprilaku lebih mulia, lebih adil, dan lebih baik terhadap kami." (Lihat: Sejarah Gerakan Misonaris di Dunia Islam. E-book. Sumber. www. IRIB. ir/ kompilasi pakdeNONO.com). Wallahu a'lam bis Shawab. Saeful js






Rabu, 19 Oktober 2011

Ingatlah Akan Nikmat Allah


          Segala puji hanya milik Allah Swt, yang telah memberikan kepada kita nikmat sehat dan nikmat sempat. Tidak sedikit orang yang diberikan kesehatan tapi karena kesibukannya terhadap Dunia, dia tidak dapat melakukan amalan-amalan shaleh. Sebaliknya, ada orang yang diberikan waktu yang luang akan tetapi tidak bisa melakukan kegiatan apapun dikarenakan kondisinya sedang dalam keadaan tidak sehat, maka ia pun tidak dapat melakukan amalan-amalan shaleh. Sedangkan kita, Alhamdulillah atas ijin Allah Swt, kita bisa melakukan amalan-amalan shaleh, itu semua dikarenakan Allah  swt masih memberikan kepada kita semua, nikmat sehat dan nikmat sempat. Sepatutnya sebagai hamba yang mempunyai akal sehat, kita harus mengsyukuri nikmat dan menikmati syukur.
 Dalam salah satu riwayat diceritakan, dari Abu Hurairah r.a bahwasannya ia mendengar Nabi Saw bersabda," Sesungguhnya ada tiga orang dari Bani Israil yaitu orang yang terkena penyakit kusta, botak, dan buta. Lalu Allah bermaksud untuk menguji mereka bertiga, maka Dia mengutus malaikat kepada mereka bertiga. Kemudian malaikat pun mendatangi orang yang berpenyakit kusta (red. Si Kusta), lalu dia (malaikat) bertanya," Sesuatu apakah yang paling engkau sukai?", dia (si kusta) menjawab," Aku menyukai warna yang indah, kulit yang indah, dan juga panyakit itu hilang dari ku yang menyebabkan orang-orang membenci ku. Setalah itu malaikatpun mengusapnya, maka hilanglah penyakit itu darinya, lalu dia dianugrahi warna yang indah, juga kulit yang indah pula. Malaikat pun bertanya lagi," harta apa yang paling kamu sukai?" dia menjawab," Unta", lalu diberikan kepadanya unta yang bunting, sambil malaikat mendo'akan," Baarakallahu laka fiiha." (semoga Allah memberkahi mu dengan harta itu)

Selasa, 18 Oktober 2011

Niat Yang Sehat Akan Menunjukan Kepada Jalan Yang Selamat


Sebagaimana didalam hadits diterangkan yaitu " Apabila ia sehat maka sehatlah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya, ingatlah dia itu adalah hati"[1] ini menunjukan hati adalah pusatnya tubuh kita, jika hati kita sedih maka tubuh kita pun akan ikut merasa sedih, jika hati kita senang maka tubuh kita pun akan ikut senang, dan apabila hati kita sedang galau maka tubuh pun akan ikut galau, sebagaimana keadaan hati kita.
Berkenaan dengan hati, maka imam Ibnu Qayyim mengatakan:
" Sesungguhnya setiap gerakan itu dibangun berdasarkan kecintaan"[2]
Apa yang diungkapkan oleh imam Ibnu Qayyim adalah benar, yaitu setiap gerakan kita pada intinya didasari dengan rasa cinta, sedangkan rasa cinta ini tempatnya adalah di hati yang tidak dapat terlihat oleh manusia namun, hanya dapat diekspresikan melalui tubuh kita.
Seorang mukmin yang sejati mereka mempertahankan keimanannya dengan memperjuangkan agama islam, dari sejak zaman para sahabat mereka tidak pernah lelah serta merasa rugi dalam memperjuangkan agama islam, Abu Bakar radhiallahu anhu rela mengorbankan seluruh hartanya demi menegakan kalimat Allah, serta sahabat lainnya rela mati demi memperjuangkan islam.
Bukan hanya itu saja, Bagaimana perjuangan para Ulama dan Santri di Indonesia dalam membela kemerdekaannya di Indonesia untuk mempertahankan agamanya yaitu islam. Bahkan seorang perempuan yaitu R.A. Kartini, menolak memeluk agama Kristen sebagai agama penjajah yang dinilai merendahkan derajatnya, setelah  membaca dan belajar tafsir al-Quran membuat dirinya menjadi istiqamah, dan terkagum-kagum dengan isi al-Quran, ini terbukti dari ucapan beliau yaitu," Alangkah bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa sepanjang hidup ada gunung kekayaan di samping kami."[3] 

Rabu, 12 Oktober 2011

Setiap Jalan Ada Resikonya

بسم الله الرحمن الرحيم

            Jalan kebaikan dan jalan keburukan merupakan dua jalan yang kontradiktif, keduanya tidak bisa bertemu dalam satu wadah. Jika kita memandang bahwa jalan yang kita ambil ini adalah jalan buruk (tidak sesuai fitrah manusia) maka akan ada resiko yang kita ambil. Begitu pun jika kita mengambil jalan kebaikan, akan ada juga resiko yang kita ambil.
           
            Sekelompok orang yang kerjaanya nongkrong, merokok, dan mengobrol (hal-hal yang tidak bermanfaat) bersama sahabatnya yang sejati. Maka dia telah mengambil jalan yang akan menyebabkan dirinya kepada kesengsaraan. Meskipun mereka merasa bebas, senag, serta dapat menghabiskan waktu dengan hura-hura, maka pada hakikatnya dia telah mengambil jalan yang beresikokan kepada kehinaan di dunia maupun di akhirat. Sangat disayangkan sekali melihat para remaja dan para pemuda sekarang ini, lebih suka menghabiskan waktunya hanya untuk berkeliaran di malam hari sambil membawa alat musik (gitar) dan diam di pinggir jalan sambil meneriakan suara (yang kedengarannya seperti merdu) dengan lagu andalannya. Yang lebih parah lagi, para wanita pun ikut serta melayani dan menemani para pemuda di tengah malam yang gelap gulita dengan pakaian yang tidak layak pakai. Sungguh mereka merasakan kebahagiaan yang sesaat tanpa mengetahui resiko yang akan menimpanya. Inilah jalan yang penuh resiko. Benar, mereka senag, gembira, bebas, serta tak ada yang mengatur dalam setiap gerak geriknya. Tapi lihatlah resikonya, survey menyatakan, 62,7% remaja Indonesia pernah melakukan hubungan seks di luar pernikahan alias berzina. Survey juga menunjukan, 97 persen remaja pernah mengakses pornografi, 21 persen pernah aborsi, dan 93 persen berciuman [data ini dilakuakan oleh Komisi Perlindungan anak terhadap 450 remaja di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2010]. (Majalah Da’wah Islamiyyah Ar-Risalah. Hal. 29/  edisi bulan oktober).
Ini disebabkan karena pendidikan agama yang sangat minim, sehingga pemahaman mereka terhadap syari’at islam sungguh dangkal. Mereka tak mau menuntut ilmu agama, padahal KTPnya jelas-jelas beragamakan islam. Inilah resiko orang yang tidak mengikuti fitrahnya sebagi manusia yang diciptakan Oleh Allah Swt.

Jumat, 30 September 2011

Rapatkan Barisan dan Satukan Tujuan

Islam adalah agama yang paling sempurna, agama islam bisa mengajarkan kepada kita bagaimana kita berprilaku dengan baik, berbicara dengan sopan, dan beradab serta dapat membangun peradaban. Ajaran Islam bukan hanya mengajarkan kepada kita untuk mempunyai akhlakul karimah saja, tapi Islam dapat mengajarkan bagaimana cara kita berdakwah, berpolitik, dan membangun perekonomian yang baik. Ini bisa terbukti jika kita melihat tarikh Nabi Muhammad Saw. Salah satunya ketika Rasulullah Saw membangun masyarakat kota Madinah dengan mempersaudarakan kaum Muslimin yaitu antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, ini terjadi ketika Sa'ad berkata kepada Abdurrahman bin Auf, yaitu sebagai berikut:

Sa'ad berkata," Saya orang Anshar yang kaya, saya akan bagi dua harta saya, dan saya memiliki dua istri, yang mana yang kamu suka, sebutkan saja, saya akan menceraikannya dan jika telah selesai masa iddahnya, maka nikahilah." Namun, dengan santun Abdurrahman bin Aauf menjawab," Semoga Allah memberkahimu dan hartamu. Mohon tunjukan kepada saya dimana pasar Madinah?". Lalu Sa'ad menunjukan kepadanya pasar Bani Qainuqa untuk melakukan kegiatan perdagangan disana, dan tak berapa lama dia sudah dapat menghasilkan keuntungan yang besar (lihat. Sejarah Hidup Dan Perjuangan Rasulullah, karangan: Syeikh Syafiyyur-Rahman Mubarakfury) dan masih banyak lagi prestasi yang dicapai oleh Rasulullah Saw.

Namun, faktanya sekarang umat Islam, khususnya di Indonesia dijadikan sebagai boneka oleh orang-orang yahudi dan nashrani, mereka mempermainkan umat Islam melalui budaya, ideologi, faham, dan politik yang mencengkram secara perlahan, yaitu dengan cara mensosialisasikan program mereka melalui media masa. Salah satunya film-film dan televisi. Karena, film-film dan acara televisi telah dijadikan alat untuk mensosialisasikan ide-ide freemason. Mereka dengan sangat halus masuk dan menguasai pikiran manusia diseluruh dunia dalam bentuk cerita-cerita film yang dikemas sangat menarik. (lihat. Kebangkitan Freemason dan Zionis di Indonesia, karangan Herry Nurdi). Oleh sebab itu siapa yang menjadi korban? maka jawabannya adalah umat Islam sendiri. Kita sebagai umat Islam harus terbangun dari tidur yang sedang dininabobokan oleh orang-orang yahudi, karena mereka tidak akan pernah ridha sampai kapanpun kepada umat Islam yang konsisten terhadap ajarannya yang murni yaitu Quran dan Sunnah, sebagaimana dalam firman-Nya.