Selasa, 18 Oktober 2011

Niat Yang Sehat Akan Menunjukan Kepada Jalan Yang Selamat


Sebagaimana didalam hadits diterangkan yaitu " Apabila ia sehat maka sehatlah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya, ingatlah dia itu adalah hati"[1] ini menunjukan hati adalah pusatnya tubuh kita, jika hati kita sedih maka tubuh kita pun akan ikut merasa sedih, jika hati kita senang maka tubuh kita pun akan ikut senang, dan apabila hati kita sedang galau maka tubuh pun akan ikut galau, sebagaimana keadaan hati kita.
Berkenaan dengan hati, maka imam Ibnu Qayyim mengatakan:
" Sesungguhnya setiap gerakan itu dibangun berdasarkan kecintaan"[2]
Apa yang diungkapkan oleh imam Ibnu Qayyim adalah benar, yaitu setiap gerakan kita pada intinya didasari dengan rasa cinta, sedangkan rasa cinta ini tempatnya adalah di hati yang tidak dapat terlihat oleh manusia namun, hanya dapat diekspresikan melalui tubuh kita.
Seorang mukmin yang sejati mereka mempertahankan keimanannya dengan memperjuangkan agama islam, dari sejak zaman para sahabat mereka tidak pernah lelah serta merasa rugi dalam memperjuangkan agama islam, Abu Bakar radhiallahu anhu rela mengorbankan seluruh hartanya demi menegakan kalimat Allah, serta sahabat lainnya rela mati demi memperjuangkan islam.
Bukan hanya itu saja, Bagaimana perjuangan para Ulama dan Santri di Indonesia dalam membela kemerdekaannya di Indonesia untuk mempertahankan agamanya yaitu islam. Bahkan seorang perempuan yaitu R.A. Kartini, menolak memeluk agama Kristen sebagai agama penjajah yang dinilai merendahkan derajatnya, setelah  membaca dan belajar tafsir al-Quran membuat dirinya menjadi istiqamah, dan terkagum-kagum dengan isi al-Quran, ini terbukti dari ucapan beliau yaitu," Alangkah bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa sepanjang hidup ada gunung kekayaan di samping kami."[3] 
Kemudian M. Natsir, ketika beliau mendapatkan beasiswa dan masuk kepada perguruan tinggai yaitu fakultas Ekonomi dan fakultas Hukum beliau mengundurkan diri untuk tidak melanjutkan sekolahnya, dan ingin menetapkan niatnya untuk belajar agama kepada A. Hasan demi kepentingan umat islam yang dikala itu sangat kurang dalam pemahaman agama yang sesuai dengan Quran dan Sunnah. Padahal jika kita lihat, seandainya M. Natsir mengambil beasiswa tersebut, dia akan mendapatkan uang makan serta akan dijamin kehidupan sehari-harinya, sedangkan belajar kepada A. Hasan tidak mendapatkan keuntungan materi serta dia harus mencari uang sendiri untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. (Lihat M. Natsir Sebuah Biografi, karangan Ajib Rosidi hal. 70-74 jilid I)
Namun, fakta sejarah membuktikan dengan keikhlasan mereka dalam memperjuangkan Agama Islam serta mendakwahkannya, mereka menjadi tokoh panutan, serta menjadi idola para pemuda yang mempunyai semangat jihad. Inilah yang menyebabkan para Ulama hidup tenang penuh damai, bukan karena mereka banyak harta, mempunyai jabatan, atau memiliki kekuasaan, tapi hati mereka yang ikhlas untuk mempelajari dan memperjuangkan agama islam yang menyebabkan hati mereka tenang.
Ini adalah suatu kekuatan hati, yang mereka berangkat dari hati yang ikhlas (tanpa mengharapkan sedikitpun penghargaan dari orang lain) menuju kepada keridhaan Allah Swt. Maka hati ini akan menentukan buah yang baik atau buruknya, seandainya hati ini kalau dipupuk dengan hal-hal yang sementara, yaitu kehidupan yang fana, maka kita akan mendapatkan buah yang sedikit dan hanya sebentar dalam menikmati hasilnya. Namun kalaulah kita menanam hati ini dengan pupuk kehidupan ukhrawi lagi abadi, maka kita akan menghasilkan buah yang sangat melimpah, yang tidak akan habis-habisnya.
Benarlah apa yang disabdakan Rasulullah Saw:
" Hanya saja amal itu tergantung kepada niat, dan seseorang itu tergantung apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapatkan (pahala) hijrahnya itu  karena Allah dan Rasuln-Nya, dan barangsiapa hijrahnya itu untuk mendapatkan dunia, ia akan mendapatkannya, atau (hijrahnya itu) karena seorang wanita maka ia akan menikahinya. Maka hijrahnya itu tergantung pada (niat) yang ia hijrah padanya.[4]
Memang tidak gampang meluruskan niat ini, namun sejak hari ini kita harus berusaha mencari cara bagaimana memurnikan hati kita. Sejak hari ini juga kita harus bersungguh-sungguh dalam memperhatikan ruh ini, sebelum ruh ini berangkat dari tubuh kita.
Tinggal pertanyaanya, bagaimana caranya kita memperhatikan hati ini untuk menjadi ikhlas…?
            Untuk mengungkap jawaban pertanyaan ini hanya satu, yaitu dengan bersungguh-sungguh dalam mempelajari agama Ilahi. Allahu A'lam. saeful js
اللَََّهُمَّ ارْزُقْنَا إِخْلاَصً
Ya Allah, berilah kepada kami keikhlasan


[1]Shahih Bukhori
[2] Syarah Hilyatul Thalibil ilmi, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin li Syeikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid. Hal. 11 
[3]  Lihat lebih lanjut, Api Sejarah I hal. 283-284 (maksud kekayaan disini adalah al-Quran)
[4] Shohih Bukhari. hadits no. 1 Bab Permulaan Wahyu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar